Artikel Belajar dan Bermanfaat

Tuesday 7 October 2014

Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya

Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya|Kerajaan Majapahit merupakan Kerajaan Terbesar dalam kebesaran juga memiliki faktor-faktor keruntuhan atau penyebab dalam kehancuran kerajaan majapahit yang hingga kini tidak ada lagi yang tersisa hanya peninggalan-peningalan yang sifatnya benda.Sejarah kerajaan Majapahit dimulai Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dari arah selatan. Raden Wijaya sedang memimpin tentaranya bersama Ardharaja menghalau musuh di bagian utara. Setelah mendengar berita bahwa Kerajaan Singasari sudah jatuh. bahkan Raja Kertanegara gugur, Raden Wijaya menuju Sumenep (Madura) meminta perlindungan kepada Arya Wiraraja. Di Madura, Raden Wijaya menyusun taktik dan strategi untuk merebut kembali takhta Kerajaan Singasari yang telah diduduki Jayakatwang dan Kediri.

Artikel Terkait: Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya
Atas saran dan jaminan Arya Wiraraja, Raden Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang dan mendapat tanah di Desa Tarik di Delta Sungai Brantas. Dalam waktu singkat, Desa Tarik cepat berkembang makin ramai. Penduduk dari daerah sekitarnya mulai berdatangan di Desa Tarik. Raden Wijaya segera menghimpun mereka itu terutama kaum mudanya. Mereka dilatih menjadi prajurit yang gagah berani dan persenjataan pun ditambah. Makin hari makin mantap persiapannya. Desa Tarik kemudian terkenal dengan nama Majapahit. Di Madura, Arya Wiraraja pun bersiap-siap dengan prajuritnya untuk datang membantu ke Majapahit.

Sementara itu, tentara Kubhilai Khan di bawah pimpinan Shihpie, Iheh-mi-shih, dan Kau Hsing datang untuk menghukum Kertanegara. Raden Wijaya bergabung dengan tentara Cina. Serangannya diarahkan ke Kediri sebab tentara asing itu tidak mengetahui bahwa telah terjadi perubahan besar di Jawa Timur. Jayakatwang yang tidak memperkirakan adanya serbuan yang tiba-tiba itu, tidak kuasa membendung serbuan tentara Mongol- Majapahit sehingga hancurlah pertahanan Kediri. Kediri jatuh, Raja Jayakatwang tertangkap dan dibawa ke benteng pertahanan tentara Mongol di Ujung Galuh. Di Ujung Galuh, Jayakatwang dibunuh oleh tentara Mongol. Sesudah Raden Wijaya dengan bantuan tentara Kubhilai Khan dapat mengalahkan Jayakatwang, ia segera menghantam tentara asing itu. Serangan mendadak yang tidak terduga sebelumnya itu memaksa tentara Kubhilai Khan meninggalkan Jawa Timur dengan sejumlah besar korban.

a. Sejarah Kerajaan Majaphit Pada Masa Raden Wijaya

Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pada tahun 1293 M dengan gelar Kertarajasa. Para sahabatnya yang ikut berjuang tidak disia-siakan. Mereka diangkat menjadi pejabat negara. Arya Wiraraja yang paling besar jasanya, daerah kekuasaannya diperluas sampai Lumajang dan Blambangan. Nambi diangkat menjadi rakyan mahapatih, Sora sebagai patih di Daha, dan Rangga Lawe menjadi amanca nagara di Tuban. Namun, para sahabat Raden Wijaya merasa pembagian kekuasaan itu tidak adil sehingga muncul beberapa pemberontakan. Pemberontakan pertama meletus pada tahun 1295 yang dilakukan Rangga Lawe. Pemberontakan itu kemudian disusul dengan Pemberontakan Sora dan Nambi. Semua pemberontakan itu dapat dipadamkan. Kedudukan Raden Wijaya cukup kuat karena ia menikahi empat putri Kertanegara, yaitu Tribhuwana putri tertua, Gayatri putri termuda, sedang yang lain adalah Nalendra Duhita dan Pradnya Paramita. Sementara itu, kedatangan kembali tentara Kediri dari Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang dan bersedia tunduk pada Majapahit dapat lebih kedudukan Raden Wijaya. Dara Petak yang ikut dalam rombongan tersebut dinikahi Raden Wijaya, sedangkan Dara Jingga menikah dengan salah seorang pangeran dan Majapahit. Perkawinan politik tersebut sebagai putri taklukan, akhirnya dapat meneruskan kekuasaan Majapahit dari Singasari yang sudah dirintis oleh Kertanegara di Sumatra. Dari pernikahannya dengan Dara Petak, Raden Wijaya mempunyai putra yang bernama Kalagemet. Sementara itu, perkawinannya dengan Gayatri memiliki dua orang putri, yaitu Tribhuwanatunggadewi (Bhre Kahuripan) dan Pajadewi Maharajasa (Bhre Daha). Keturunan dan Gayatri inilah yang nanti akan melahirkan raja-raja di Majapahit. 

Kertarajasa dalam melaksanakan pemerintahan, dibantu oleh lima orang menteri. Kelima menteri tersebut masing-masing berpangkat rakyan i hino, rakya i halu, rakyan i sirikan, rakyan ranggah, dan rakyan tumenggung. Pada tahun 1309, Kertarajasa mangkat dan didharmakan di Candi Syiwa (di Simping) dan dalam Candi Buddha di Antahputa (di kota Majapahit) dengan arca perwujudannya berbentuk Harihara (Penjelmaan Wisnu dan Syiwa). Sementara itu, Tribhuwana sebagai prameswarinya didharmakan di Candi Rimbi.

b. Sejarah Kerajaan Majapahit Pada Masa Jayanegara

Setelah Raja Kertarajasa mangkat pada tahun 1309, kedudukannya sebagai Raja Majapahit digantikan oleh putranya, Kalagemet. Setelah menjadi Raja Majapahit, Kalagemet bergelar Sri Jayanegara. Sebelumnya, Kalagemet sudah diangkat sebagai raja muda (kumararaja) ketika ayahnya masih hidup (1296). Jayanegara sangat berbeda dengan ayahnya. Jayanegara adalah raja yang lemah. Pemerintahannya banyak menemui kesulitan. terutama disebabkan oleh pemberontakan yang justru dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya setia kepada Raja Kertarajasa. Pemberontakan itu muncul karena orang-orang yang setia kepada Kertarajasa merasa diperlakukan tidak adil oleh Raja Jayanegara. 

Pada masa pemerintahan Jayanegara muncul pemberontakan yang dilakukan oleh sisa-sisa pengikut Nambi, Pemberontakan Kuti dan Pemberontakan Semi. Kuti dan Semi adalah dua orang Dharmaputra Kerajaan Majapahit (jabatan setingkat patih yang seluruhnya berjumlah tujuh orang). Berbagai pemberontakan tersebut dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Hanya Pemberontakan Kuti (1319) yang hampir meruntuhkan Majapahit sebab para pemberontak sudah menduduki ibu kota Kerajaan Majapahit dan Jayanegara sendiri telah menyingkir ke Bedander. Penyelamat Jayanegara adalah pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada menganjurkan dan mengajak rakyat untuk menumpas Pemberontakan Kuti dan Pemberontakan Semi. Atas bantuan Gajah Mada, ibu kota Kerajaan Majapahit dapat direbut kembali dan Jayanegara duduk kembali di singgasana Majapahit. Atas jasa-jasanya kepada Majapahit, Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan dan pada tahun 1321 diangkat sebagai patih di Daha menggantikan Arya Tilam. Banyaknya pemberontakan yang terjadi menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan Jayanegara banyak orang yang tidak senang kepada raja. 

Adapun beberapa penyebab terjadinya pemberontakan itu adalah sebagai berikut.
1) Jayanegara seorang raja yang tidak cakap seperti ayahnya, Raden Wijaya. 
2) Rakyat tidak senang terhadap pemerintahan Jayanegara karena ia keturunan asing (Ibu Jayanegara, Dara Petak berasal dan Me1ayu) 
3) Banyak hasutan yang selalu dilakukan oleh Patih Kerajaan Majapahit yang bernama Mahapati terhadap para perwira untuk menentang raja.

Pada tahun 1328, Jayanegara terbunuh oleh Tabib Tanca. Gajah Mada segera menumpas pemberontakan dan Tanca berhasil dibunuh. Jenazah Jayanegara diperabukan di dalam pura, di Sila Petak dan di Bubat. Ketiganya dengan Arca Wisnu sebagai perwujudannya dan di Sukhalila dengan Arca Amoghasiddhi.

c. Sejarah Kerajaan Majaphit Pada Masa Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani

Raja Jayanegara tidak berputra sehingga sepeninggalnya pada tahun 1328 M, takhta Kerajaan Majapahit digantikan oleh adik perempuan dari ibu yang berbeda (Gayatri), yaitu Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja dengan gelar Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Tribhuwanatunggadewi memerintah dibantu oleh suaminya yang bernama Kertawardhana dan Bhre
Singasari. Selain itu, Tribhuwanatunggadewi juga dibantu oleh Patih Gajah Mada sehingga pemerintahan dapat berjalan lancar meskipun masih banyak terjadi pemberontakan. Dalam kitab Negarakertagama dapat diketahui bahwa dalam masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi telah terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331 M. Pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh pasukan Gajah Mada. Karena keberhasilannya menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta tersebut, Gajah Mada naik pangkat lagi dari Patih Daha menjadi Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Dalam kitab Pararaton dapat diketahui bahwa setelah peristiwa di Sadeng dan Keta, Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah di hadapan raja dan para pembesar Kerajaan Majapahit. Gajah Mada bersumpah tidak akan amukti palapa sebelum berhasil menyatukan Indonesia di bawah kekuasaan Majapahit. Sumpah Gajah Mada itu terkenal dengan nama Sumpah Palapa. 

Usaha pertama Gajah Mada untuk menyatukan Indonesia dilakukan pada tahun 1343 Masehi. Pada tahun itu, Gajah Mada mengadakan serangan ke Bali. Serangan itu dipimpin sendiri oleh Gajah Mada bersama dengan Adiryawarman, putra Majapahit keturunan Melayu. Dalam serangan itu, Bali berhasil dikalahkan. Setelah Bali dapat dikalahkan, daerah-daerah lain di bawah kekuasaan Bali juga dapat ditaklukkan, seperti Lombok, sebagian Sumbawa, dan Bone di Sulawesi Selatan. Adityawarman kemudian diangkat sebagai penguasa di Melayu. Di Majapahit, Adityawarman sebelumnya menjabat weddhamantri dengan gelar Arya Dewaraja pu Aditya. Agar pengakuan kekuasaan Majapahit di Sumatera itu kekal, Adityawarman diangkat menjadi raja di Melayu menggantikan Mauliwarmadewa (1343). Adityawarman segera menata kembali struktur pemerintahan dan meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke Pagaruyung—Minangkabau. Dengan demikian, berarti Kerajaan Melayu beserta daerah kekuasaannya bernaung dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.  Pada tahun 1350 Tribhuwanatunggadewi menyerahkan kekuasaan atas Kerajaan Majapahit kepada anaknya yang benama Hayam Wuruk. Hayam Wuruk lahir pada tahun 1334 sehingga pada waktu berkuasa di Kerajaan Majapahit baru bèrusia 16 tahun.

d. Sejarah Kerajaan Majapahit Pada Masa Hayam Wuruk

Pada tahun 1350 Putra Mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan bergelar Sri Rajasanegara. Ketika ibunya, Tribhuwanatunggadewi, masih memerintah, Hayam Wuruk sudah dinobatkan menjadi raja muda (rajakumara). Dalam masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan.
1. Pemerintahan Raja Hayam Wuruk
Dalam menjalankan pemerintahan, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan patih hamengkubhumi. Jabatan tersebut sebenarnya sudah diperoleh Gajah Mada ketika ia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan di Keta pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi. Selaku patih hamengkubhumi, Gajah Mada menjalankan pemerintahan sipil dan militer secara rangkap. Dengan demikian, Gajah Mada bisa disebut sebagai negarawan dan jenderal perang.

Kekuasaan pengadilan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dipegang oleh dua orang jaksa. Untuk melaksanakan kekuasaan pengadilan, disusunlah kitap hukum Kutaramanawa. Kitab tersebut disusun oleh Gajah Mada. Jelaslah disini bahwa kecuali sebagai negarawan, Gajah Mada termasuk ahli hukum.

Pada waktu-waktu tertentu diselenggarakan upcara Srada di kota raja, tujuannya menghormati arwah nenek moyang. Upacara tersebut dihadiri oleh semua pejabat, termasuk para adipati. Upacara sarada yang paling besar diselenggarakan pada tahun 1362, yaitu pada saat memperingati 13 tahun meninggalnya Rajapatni dan atas perintah Ibunda Ratu Tribhuwanatunggadewil.

Raja Hayam Wuruk sangat memperhatikan pula keadaan daerah-daerah jajahan Beberapa kali ia mengadakan perjalanan kenegaraan meninjau daerah-daerah kekuasaan Majapahit yang disertai oleh para pembesar kerajaan. Misalnya, perjalanan meresmikan pembangunan candi ke Pajang (1351), Lasem (1354), Lumajang (1359), Blitar, Simping (1363), dan Kediri (1365).

2. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majapahit Hayam Wuruk
Wilayah kekuasaan Majapahit pada saat pemerintahan Hayam Wuruk hampir meliputi seluruh Nusantara termasuk Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Bahkan, pengaruh Kerajaan Majapahit terasa sampai ke luar Nusantara, yaitu sampai di Filipina Selatan, Thailand (Champa), dan Indocina. Dengan demikian, Sumpah Palapa Gajah Mada benar-benar telah terwujud disatukan. Hal itu berkat usaha keras Mahapatih Gajah Mada. Agar Wilayah yang luas itu tetap aman. Majapahit memiliki angkatan laut yang kuat. Angkatan Laut Majapahit dipimpin oleh Laksamanan Nala. Armadanya selalu siap untuk menghadapi musuh.

3. Kekuasaan Ekonomi Kerajaan Majapahit Pada Masa Hayam Wuruk
Dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk juga tampak usaha untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Berbagai kegiatan dalam bidang ekonomi sangat diperhatikan. Hasil pemungutan berbagai macam pajak dan upeti dimanfaatkan untuk pembangunan di segala bidang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Di daerah pedalaman, rakyat giat melakukan usaha pertanian sehingga bahan makanan berlimpah. Usaha memajukan pertanian dilaksanakan dengan pembuatan bendungan, tanggul, dan saluran air yang baik. Karena keamanan terjamin, pertanian terselenggara dengan baik dan perdagangan berjalan lancar sehingga pemasukan pajak teratur serta dengan pengawasan yang cermat menjadikan kerajaan Majapahit jaya dan kaya raya. Rakyat hidup aman dan tentram.

4. Kehidupan Keagamaan Kerajaan Majapahit Pada Masa Hayam Wuruk
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di Majapahit berkembang dua agama, yaitu agama Budha dan agama Hindu. Kedua agama tersebut dapat hidup berdampingan secara rukun. Pada saat itu sudah berkembang sikap toleransi. Bukti toleransi itu misalnya Hayam Wuruk beragama Syiwa tetap menjalin hubungan dengan Mahapatih Gajah Mada yang beragama Buddha.

Hal yang berkaitan dengan keagamaan di Kerajaan Majapahit diserahkan kepada pejabat tinggi yang ahli dalam bidang agama yang disebut dharmadhayaksa. Jabatan itu dibagia dua yaitu dharmadhayaksa ring kasaiwan untuk urusan agama syiwa dan dharmadhayaksa ring kasogatan untuk agama Buddha. Kedua pejabat itu masih dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmaupapatti. Pejabat ini pada masa Hayam Wuruk ada tujuh orang yang disebut sang upapatti sapta. Selain sebagai pejabat keagamaan, para upapatti itu juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujungga. Misalnya, Empu Prapanca seorang pujangga besar yang mengarang kitab Negarakertagama juga menjabat sebagai dharmadhyaksa. 

5. Hasil Kebudayaan Kerajaan Majapahit Pada Masa Hayam Wuruk 
Pada akhir pemerintahan Hayam Wuruk banyak meninggalkan seni bangunan yang berupa candi. Misalnya Candi Penataran, Candi Sawentar, dan Candi Sumber Jati yang terletak di dekat Blitar; Candi Tikus di Trowulan (Mojokerto); Candi Jabung didekat Kraksaan; serta Candi Trigawangi dan Candi Surawana di dekat Pare (Kediri).

Selain peninggalan seni bangunan candi, bidang kesustraan juga mengalami perkembangan yang pesat. Salah seorang pujangga kerajaan yang terkenal, yaitu Empu Prapanca mengarang Kitab Negarakertagama (1365) yang berisi sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit sampai masa pemerintahan Hayam Wuruk. Seorang pujangga lainnya, yaitu Empu Tantular yang menulis cerita Arjunawijaya dan Sutasoma. Dalam kitab Sutasoma tertulis semboyan yang amat terkenal yaitu Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa. Kalimat Bhinneka Tunggal Ika tersebut sekarang tercantum dalam lambang Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila.

6. Peristiwa Bubat
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, masih ada satu kerajaan di Pulau Jawa yang belum tunduk kepada Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Pada saat itu, Kerajaan diperintah oleh Sri Baduga Mahajaraja. Gajah Mada berusaha menunjukkan Kerajaan Sunda secara diplomatis dan kekeluargaan. Pada saat itu, Raja Hayam Wuruk dimaksud hendak mempristri putri dari Kerajaan Sunda yang bernama Dyah Pitaloka sebagai permaisurinya. Lamaran Hayam Wuruk diterima oleh Raja Sunda Sri Baduga Mahajraja. Untuk memenuhi pinangan tersebut, berangkatlah Dyah Pitaloka, Sri Baduga beserta para pembesar dan pengiring Kerajaan Sunda ke Majapahit.

Namun, setibanya di Bubat (sebelah utara ibu kota Majapahit) terjadi perselisihan antara rombongan pengantin Dyah Pitaloka dan Gajah Mada. Gajah Mada meminta agar Dyah Pitaloka dikawinkan dengan Hayam Wuruk hanya sebagai putri persembahan. Sudah barang tentu hal itu sangat menusuk perasaan Sri Baduga sehingga terjadilah pertempuran di tanah lapang Bubat. Dalam perang itu, Sri Baduga Maharaja beserta tentaranya berjuang habis-habisan. Raja Sunda gugur dalam pertempuran itu dan Dyah Pitaloka bunuh diri. Dengan berakhirnya Perang Bubat berarti Jawa Bar telah masuk wilayah kekuasaan Majapahit.

Peristiwa Bubat tersebut meruakan lembaran hitam dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Terjadinya peristiwa Perang Bubat itu sangat disesalkan oleh Hayam Wuruk sehingga menimbulkan pertentangan batin dengan dengan Gajah Mada. Setelah Perang Bubat berakhir, Gajah Mada mukti palapa mengundurkan diri dari jabatannya.

7. Gajah Mada dan Hayam Wuruk Wafat. Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal. Raja Hayam Wuruk bingung dan sangat berduka cita, seluruh Kerajaan Majapahit berkabung. Raja Hayam Wuruk lalu mengundang Pohon Narendra, yaitu semacam dewan penasihat untuk merundingkan calon pengganti kedudukan Gajah Mada. Akan tetapi, usaha itu tidak berhasil. Tidak seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan dan peranan Gajah Mada sehingga untuk sementara waktu pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih maengkubhumi.

Untuk mengisi kekosongan jabatan pahit hamengkubhumi diangkatlah pejabat baru Pu Tanding sebagai wredamantri. Pu Nala menjadi mantri amancanagara, dan Patih Dani sebagai menteri  muda. Baru beberapa saat kemudian Gajah Enggon diangkat sebagai patih hamangkubhumi. Namun, kesemuanya tidak mampu menggantikan peranan Gajah Mada. Pada tahun 1389 M Hayam Wuruk Wafat. Sejak saat itulah, Majapahit semakin suram yang dimulai dengan timbulnya Perang Saudara di Majapahit.

8. Perebutan Kekuasaan Sepeninggal Hayam Wuruk
Pada tahun 1389, Raja Hayam Wuruk meninggal dan mungkin sekali dimuliakan di Tayung (daerah Berbek, Kediri). Sepeninggal Hayam Wuruk terjadilah perebutan kekuasaan di Majapahit. Kemelut politik pertama meletus pad atahun 1401. Seorang raja daerah di bagian timur, yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja itu adalah suami Kusumawardhani yang mewarisi takhta kerajaan ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam Wuruk dari selir. Perang Saudara itu disebut Perang Paregreg. Dalam Perang Paregreg, pasukan Bhre Wirabhumi dapat dihancurkan.

Perang Paregreg menyebabkan Kerajaan Majapahit menjadi lemah sehingga banyak daerah-daerah kekuasaannya yang melepaskan diri. Raja Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan digantikan oleh Suhita dan sejak itu Majapahit berubah menjadi kerajaan kecil. 

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Majapahit 

a. Sejarah Kerajaan Majapahit di Bidang Ekonomi
Dalam keindahan ekonomi, Majapahit lebih mengutamakan perdagangan sebagai mata pencaharian utama selain pertanian. Majapahit memiliki kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan antar pulau. Pelabuhan tersebut, antara lain Pelabuhan Canggu, Pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Gresik, Pelabuhan Sedayu, Pelabuhan Tuban, dan Pelabuhan Pasuruan. secara geografi letak Majapahit sangat strategis karena adanya lembah yang luas, yaitu di tepian Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas tersebut dapat dilayari sampai ke daerah hulu. Kedua sungai tersebut selain berfungsi untuk pengairan lahan pertanian, juga berfungsi sebagai sarana transportasi penting yang menunjang perekonomian masyarakatnya. Barang perdagangan dari Kerajaan Majapaht antara lain berupa beras, lada, garam, gading, cengkih, pala, kayu, cendana, ikan, emas dan intan. Bidang pertanian juga mendapat perhatian dari pemerintah majapahit. Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah terjadinya banjir.

b. Sejarah Kerajaan Majapahit di Bidang Sosial
Pada saat Majapahit mencapai puncak kejayaan, kehidupan rakyatnya sangat adil dan makmur. Perhatian pemerintah terhadap rakyat sangat tinggi. Hal itu terlihat dari perhatian kerajaan terhadap kelancaran perdagangan, pelayaran, pertanian, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Perhatian raja terhadap rakyatnya juga terlihat dari perjalanan Raja Hayam Wuruk mengunjungi daerah-daerah kekuasaannya. Untuk mengatur ketertiban masyarakat dalam penggunaan tanah, dibuatkan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perpajakan. Masyarakat Majapahit juga sangat patuh terhadap rajanya karena raja dianggap sebagai penjelmaan dewa.

Kehidupan keagamaan masyarakat juga diperhatikan oleh negara. Rakyat diberi kebebasan untuk menganut suatu agama atau kepercayaan. Agama yang berkembang ada saat itu adalah agama Hindu Syiwa dan agama Buddha.

c. Sejarah Kerajaan Majapahit di Bidang Budaya
Kehidupan rakyat Majapahit yang makmur menyebabkan kebudayaannya pun maju pesat. Berbagai hasil kebudayaan baik yang berupa candi, arca, maupun kesusastraan yang sampai pada memiliki mutu yang tinggi. Kehidupan masyarakat Majapahit telah maju. Kota Majapahit telah dikelilingi dengan tembok yang terbuat dari batu bata. Maasyarakat Majapahit telah mengenal seni wayang, seni sastra, seni gamelan, seni patung, seni bangunan, serta mengenal pengetahuan bertani, berdagang, berlayar dan pertukangan. 

Sejarah Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada, Ranawijaya adalah Raja Majapahit terakhir. Dan salah satu prasasti.peninggalannya, Ranawijaya juga disebut Girindrawardhana Sri Singhawardhana Dyah Ranawijaya yang juga sebagai Sri Paduka Maharaja Bhatara I Kling selain disebut sebagai Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Jan ggala Kadiri Prabunatha. Ranawijaya bertekad untuk membangun kembali kejayaan Majapahit dengan dibantu oleh Patih Pu Wahan dan pada akhir pemerintahan didampingi oleh Patih Udara. Oleh karena situasi sudah memburuk, usaha itu tidak membawa hasil yang memuaskan. Kelemahan Majapahit itu diketahui oleh daerah-daerah di luar Jawa sehingga satu demi satu daerah-daerah itu melepaskan diri dan kekuasaan Majapahit dan diikuti oleh daerah pesisir utara Pulau Jawa.

Faktor-Faktor Sejarah Kerajaan Majapahit - Adapun faktor penyebab keruntuhan Kerajaan Majapahit sangatlah kompleks, antara lain sebagai berikut.
  • Akibat hilangnya dua tokoh Majapahit pilihan yang sulit dicari gantinya, yaitu Gajah Mada dan Hayam Wuruk menyebabkan kewibawaan Majapahit makin pudar dan ketaatanraja-raja daerah mulai berkurang.
  • Tidak ada tokoh Majapahit yang mampu menggantikan kepemimpinan Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
  • Sistem politik yang dijalankan Gajah Mada terlalu sentralistis sehingga kurang memberi kebebasan berpolitik kepada raja-raja jajahan. Akibatnya, tumbuhlah perasaan tertekan di kalangan raja-raja jajahan.
  • Pembagian kekuasaan yang diterapkan Hayam Wuruk berdasarkan sistem kekeluargaan, bukan pada prestasi kerja menyebabkan raja-raja daerah kurang kreatif dan pengabdiannya tidak tulus.
  • Terjadinya perang saudara (Perang Paregreg) benar-benar melemahkan Majapahit sehingga banyak raja daerah yang memisahkan din dan Majapahit.
  • Agama Islam mulai berkembang di pesisir utara Pulau Jawa yang diikuti dengan berkembangnya Kerajaan Islam Demak.

Baca Juga: 

Sejarah Kerajaan Tarumanegara & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya 
Sejarah: Isi Perjanjian Linggarjati, Latar Belakang & Dampaknya 
Sejarah: Isi Perjanjian Roem Royen, Latar Belakang & Dampaknya 
Mengenal Sejarah Kerajaan Singasari
Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai
Sejarah: Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Demikianlah informasi mengenai Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya. Semoga teman-teman dapat menerima dan bermanfaat bagi kita semua baik itu sejarah majapahit, kehidupan masyarakat kerajaan majapahit, sejarah kerajaan majapahit dalam kehidupan ekonomi, sejarah kerajaan majapahit dalam kehidupan sosial, sejarah kerajaan majapahit dalam kehidupan budaya. Sekian dan terima kasih. Salam Berbagi Teman-Teman.

Referensi: Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya
  • Suparman dkk. 2004. Pengetahuan Sosial Sejarah. Solo: Tiga Serangkai. Hal: 52-62.
  • Suparman dkk. 2002. Untuk SLTP Kelas I IPS Sejarah. Berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Solo: Tiga Serangkai. Hal: 32-37 dan 45

Sejarah Kerajaan Majapahit & Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: admin